Hari
Jadi Ke-262 Solo pada 17 Februari diperingati dengan unik karena justru penuh
nuansa adat Jawa. Hal ini terutama mengacu pada ikon Solo sebagai kota budaya
sehingga semua nuansa seremonial upacara bendera akan diselenggarakan memakai
bahasa, busana, dan juga diiringi gending-gending Jawa. Terlepas dari unsur
kejawen yang akan mewarnai seremonial kali ini, yang jelas ke depan pembangunan
dan perkembangan Solo bukan tanpa masalah.
Bahkan,
kasus banjir di Jakarta dan sekitarnya juga harus bisa menjadi pelajaran
berharga bagi stakeholder Solo untuk mengantisipasi secara proaktif. Oleh
karena itu, beralasan jika Pemkot Solo berencana membangun Taman Balekambang
menjadi hutan kota (Partinah Bosch) dan Taman Air (Partini Tuin) dimulai Maret
2007 yang tak lain ialah implementasi dari konsep pengembangan yang telah
disusun oleh KGPAA Mangkunegoro VII.
Dari
berbagai problem perkotaan, salah satu yang sangat penting adalah transportasi.
Memang diakui kemacetan, kebisingan, dan polusi udara merupakan ciri kota yang
tumbuh menjadi kota besar. Akar semua persoalan itu sebenarnya tata ruang
perkotaan, termasuk dampak sosial-ekonomi atas pertumbuhan dan pembangunan
pusat-pusat perbelanjaan modern serta sentra pertumbuhan ekonomi di perkotaan.
Masalah
transportasi kota adalah masalah pelik. Ketergantungan terhadap mobil pribadi
yang sangat tinggi menjadi salah satu inti dari masalah transportasi kota. Ini
dipicu pula oleh struktur kota yang makin menggurita, melebar ke mana-mana
(sprawl development). Banyak lokasi di luar kota yang memang kurang diimbangi
laju penyediaan infrastruktur transportasi massal. Faktor lain ialah gaya
hidup, yakni hidup ekspansif dan keselarasan dengan pendapatan yang semakin
besar (Roychansyah, 2005).
Pembangunan
mal, supermarket, hipermarket, dan pusat-pusat perdagangan baru yang dipaksakan
di wilayah-wilayah yang sudah padat lalu lintas ikut memberi kontribusi bagi
kemacetan kendaraan di Kota Solo. Pembangunan pusat perdagangan baru itu seolah
tak memerhatikan jarak efisien untuk menghindari kemacetan. Lebih parah lagi
badan jalan sering dipakai area parkir kendaraan pengunjung pusat-pusat
perbelanjaan. Jelas ini akan mengurangi ruang untuk lalu lintas kendaraan di
jalan raya. Paling tidak ini terlihat di sekitar Solo Grand Mall, Solo Square,
Singosaren, Pasar Legi, dan Pasar Klewer.
Di
sisi lain tingkat pencemaran udara di Solo sudah mencapai tingkat yang kronis
dan sektor transportasi merupakan kontributor utama bagi pencemaran udara ini.
Di tempat-tempat tertentu mulai terlihat penurunan nilai kualitas udara,
terutama di tempat yang macet. Terkait kasus ini, anak jalanan, tukang parkir,
PKL, tukang becak, sopir kendaraan umum, serta masyarakat yang menjadikan jalan
sebagai tempat mengais rezeki merupakan pihak yang paling rentan terkena risiko
pencemaran. Ancaman serius
Mengacu
peliknya problem transportasi kota, Departemen Perhubungan berencana menerapkan
sistem transportasi angkutan massal di sejumlah kota besar yang disebut dengan
bus rapid transit. Sebanyak 15 kota telah ditawari sistem transportasi ini yang
dimaksud untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi. Alasannya karena ke
depan masalah transportasi akan menjadi masalah besar. Secara sistem, pola
operasional bus rapid transit mirip busway (bus dengan jalur khusus) karena
juga menyediakan tempat pemberhentian khusus. Hanya saja pola ini tidak
memerlukan jalur khusus dengan pertimbangan ruang yang mungkin kurang mendukung.
Mengacu
esensi atas transportasi kota bahwa pada intinya pemilihan model transportasi
ditentukan dengan mempertimbangkan dua persyaratan inti, pertama, pemindahan
barang-manusia dilakukan dalam jumlah yang terbesar dan juga jarak yang terkecil.
Transportasi massal merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan
transportasi individual. Dengan mengurangi jumlah sarana transportasi sekecil
mungkin dan juga dalam waktu tempuh yang sekecil mungkin akan diperoleh
efisiensi yang tertinggi sehingga pemakaian total energi per penumpang akan
sekecil mungkin dan intensitas emisi pencemar yang dikeluarkan berkurang.
Kedua,
daya dukung wilayah (sesuai perencanaan kota) dan sistem transportasi terhadap
jumlah kendaraan. Kini kendaraan sudah seharusnya mulai dibatasi menyesuaikan
daya tampung dan daya dukung jalan raya, ketersediaan lokasi parkir atau sarana
pendukung transportasi lainnya. Untuk dapat mencapai sistem transportasi yang
hemat energi diperlukan terlebih dahulu upaya proaktif dalam model perencanaan
yang menjamin sistem transportasi yang direncanakan itu sesuai dengan tata
ruang dan perencanaan kota.
Perencanaan
sistem transportasi yang kurang matang justru dapat memicu berbagai
permasalahan. Untuk itu, perencanaan sistem transportasi harus menjadi
prioritas dalam pembangunan pengembangan kota terutama untuk menanggulangi
berbagai dampaknya. Penanggulangan ini wajib dilaksanakan dengan melihat semua
aspek yang ada pada sistem transportasi, yaitu mulai dari perencanaan sistem
transportasi, model transportasi, sarana, pola lalu lintas, jenis mesin
kendaraan dan bahan bakar yang digunakan. Intinya, Kota Solo ke depan jelas
tidak bisa terlepas dari ancamankemacetan dan polusi. Oleh karena itu tak ada
alasan untuk tidak secepat mungkin mengantisipasinya. Fereshti ND Dosen
Universitas Muhammadiyah Solo
Sumber : http://bstp.hubdat.dephub.go.id/index.php?mod=detilSorotan&idMenuKiri=345&idSorotan=46
0 komentar:
Posting Komentar